Friday, December 14, 2018

5 MISKONSEPSI UMUM MENGENAI MAHASISWA PSIKOLOGI.


            Menurut saya menjadi mahasiswa psikologi adalah hal yang menyenangkan karena mempelajari psikologi sama dengan mempelajari diri sendiri. Juga psikologi menekankan terhadap pembelajaran ilmu sosial, artinya kita akan banyak mengamati serta berinteraksi dengan orang-orang disekitar kita. Bagi mahasiswa yang mudah penasaran sekaligus suka berinteraksi, hal ini adalah suatu keuntungan serta hal yang sangat menarik. Karena, selain mendapatkan relasi dan pengalaman baru, mahasiswa juga akan mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan masyarakat.
            Namun ada beberapa hal yang terkadang membuat mahasiswa psikologi kesal karena pandangan yang salah dari masyarakat terhadap jurusan psikologi. Bahkan tidak usah jauh-jauh terhadap miskonsepsi masyarakat, ketika orang lain menyebutkan psikologi dengan membaca huruf “p” saja bisa membuat mahasiswa psikologi tilted serta kesal. Untuk itu disini saya akan membahas 5 miskonsepsi yang paling umum terhadap mahasiswa psikologi.





.          1.    Dianggap sebagai DUKUN


Anggapan bahwa mahasiswa psikologi menguasai ilmu dukun adalah salah satu miskonsepsi yang paling sering terjadi. Bahkan ada anggapan bahwa “bukan mahasiswa psikologi namanya kalau tidak pernah dianggap dukun”. Disini saya ingin meluruskan bahwa psikologi sama sekali tidak mempelajari ilmu perdukunan. Boro-boro mempelajari ilmu perdukunan, saya sendiri sebagai mahasiswa psikologi terkadang masih takut untuk ke kamar mandi jam 3 pagi. Yang pasti ilmu psikologi sama sekali tidak menguasai ilmu supranatural seperti bikin benda melayang ataupun melet hati gebetan. Bisa-bisa bapak Sigmund Freud bangun dari kuburan karena kesal sama miskonsepsi yang satu ini.  






2. Dianggap Bisa Membaca Pikiran.
“Jangan dekat-dekat dengan dia, dia mahasiswa psikologi loh. Nanti pikiranmu dibaca".



Masih berkaitan dengan miskonsepsi nomor 1, anggapan bahwa mahasiswa psikologi bisa membaca pikiran adalah salah. Saya jadi teringat salah satu acara TV ditahun 2011 mengenai sulap. Dimana master Dedy Corbuzier bermain catur dengan salah satu pemain catur hebat. Lawan dari master Dedy Corbuzier sendiri sampai memakai kacamata hitam karena takut pikirannya dibaca sehingga jalan daripada bidak kudanya bisa terbaca.
Nah teman-teman, ketika kalian berinteraksi dengan mahasiwa psikologi tidak usah sampai memakai kacamata hitam juga. Karena kami sama sekali tidak bisa membaca pikiran.

Boro-boro membaca pikiran, membaca kode doi aja kurang peka. *eehhh*

3.  Dianggap Bisa Meramalkan Kehidupan Seseorang.
Memang salah satu dari tujuan ilmu psikologi adalah predict atau meramalkan, tapi bukan berarti yang diramalkan adalah usia kematian, ataupun JODOH. Meramalkan dalam tujuan psikologi memiliki arti bahwa psikolog ataupun mahasiswa psikologi mampu menggambarkan mengapa sebuah tingkah laku terjadi dan selanjutnya memprediksi bagaimana seseorang akan bertingkah laku dibeberapa situasi. Ataupun dengan pemberian suatu stimulus psikolog mampu memprediksi reaksi apa yang akan terjadi.

Jadi jangan pernah menyuruh mahasiswa psikologi untuk meramalkan jodoh kamu lagi ya.  Jodoh itu bukan diramal, tapi dicari ya mblo.


4. Dianggap Mengurusi Orang Gila.

Salah satu konstruksi masyarakt awam adalah psikologi maupun psikolog akan mengurusi orang gila. Padahal sebenarnya adalah psikologi mempelajari normalitas dan kemudian membahas apa saja yang tidak normal (abnormalitas). Dan juga psikologi adalah ilmu yang luas serta berurursan dengan manusia. Oleh karena itu dibidang apapun selama ada manusia, psikologi bisa diimplementasikan




5. “Nanti kalau kamu lulus mau jadi guru BP ya? Gajinya kecil loh.”
Memang salah satu pekerjaan yang cocok bagi lulusan psikologi adalah guru BP. Namun tidak semua mahasiswa lulusan psikologi cocok menjadi BP tergantung jurusan yang diambil. Namun beberapa masyarakat awam mengganggap bahwa jurusan psikologi sudah berarti akan bekerja sebagai guru BP. Padahal masih banyak pekerjaan lain yang bisa dipilih seperti psikolog (S2), HRD, dosen, konselor, trainer dan lain lain.



            Itulah 5 miskonsepsi yang paling umum terhadap mahasiswa psikologi. semoga kedepannya miskonsepsi tersebut bisa dikurangi perlahan-lahan ya. J